Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Wednesday 8 February 2017

Wisata Sejarah yang Tak Disengaja





Akhir-akhir ini saya sibuk banget sampek lupa rasanya liburan dan membuat review tempat wisata di blog ini. Memang benar yang dikatakan banyak orang, kalau manusia itu banyak maunya. Giliran kemauannya dikabulkan sama tuhan muncul lagi dah tuh kemauan yang lain lagi, dan gitu terus sampek lebaran kuda. Udah ah kalau nyeritain keluh kesah melulu bisa-bisa jadi buku diary versi digital nih blog.
Hasil gambar untuk rahmat shigeru ono

Oke dah langsung aja kali ini saya mau cerita kronologis penemuan temat yang awesome waktu saya menjalankan tugas menjadi kurir hari ini. Jadi gini cerita selama beberapa hari ini saya kan berusaha mencari sesuap nasi dengan cara ngurir. Lha ini tadi pas saya dapat jatah kiriman ke daerah Wajak. Tempat antah-berantah yang paling jarang saya kunjungi. Sampai-sampai saya blank untuk menentukan fastest route menuju kesana. Akhirnya saya menemukan dan memilih jalur ke Wajak via Talok, Turen.

Dan bumb.... ada  letupan kecil di otak saya saat melewati desa Pagedangan. Rupanya memori otak saya mencoba mengingatkan bahwa saya pernah membaca nama desa ini pada sebuah buku, yaitu buku tentang biografi Rahmat Shigeru Ono, seorang perwira nipon yang memiliki semangat asianisme dan kecantol di indonesia sampai akhir hayatnya. Dalam salah satu scene di buku tersebut ada sebuah cerita waktu peperangan melawan pasukan Belanda paska kemerdekaan terjadi disepanjang jalan perbatasan antara Turen dan Wajak. Karena letaknya diperbatasan dan juga areal hutan menjadikan lokasi ini menjadi sangat strategis untuk melakukan perlawanan. Jika ada yang terluka juga cukup dekat untuk menuju RST Bokor yng terletak tidak jauh dari Pagedangan.

Dari pagedangan cerita tersebut saya mencoba-coba menerka kalau para penjajah dari arah Lumajang mereka melawan dari desa Pagedangan apa gak terlalu jauh mengorbankan tanahnya?. Bayangin aja dari Gladak Perak sampai Dampit sudah hilang digilas Belanda. Namun ditengah saya termenung sambil menikmati perjalanan sayup-sayup muncullah perawakan Gunung Semeru dari balik kabut yang menutup.

-          Tuhkan jadi karya tulis sastra

+     ye... gak papa kali yang penting review area dan ceritanya tersampaikan

-          Oke deh, monggo dilanjut

Mungkin gunung itulah yang menjadikan alasan para pejuang melakukan perlawanan dibatas kecamatan Wajak dan Turen ini. Dari analisa pendek saya menyimpulkan mereka membiarkan konvoi tentara kolonial kecapekan karna menyeberangi sungai gladak perak dengan cara tradisional (karena jembatan Gladak Perak dibakar) dan mulai menyerang di desa ini. Jika kuwalahan mereka tinggal menghubungi pasukan yang berada di gunung Semeru untuk menyerbu dari atas gunung.

Demikianlah sejarah yang gak tau bener atau enggaknya namun tetep saya tulis. Bagi anda yang membaca artikel ini, saya mohon maaf banget sudah membuang waktu berharga anda untuk membaca tulisan diatas. Dan makasih banget karna meluangkan waktu gabut anda di kantor (ups...) untuk membaca blog saya.

0 comments:

Post a Comment